Tampilkan postingan dengan label Kajian Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian Islam. Tampilkan semua postingan

Jumat, 25 Maret 2011 | | 0 komentar

ALLAH MENCINTAI ORANG SABAR

Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan
kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari
kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah
dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan,"Kedudukan sabar
dalam iman laksana kepala bag! seluruh tubuh. Apabila
kepala sudah terpotong maka tidak ada lag! kehidupan
di dalam tubuh. "^

Pengertian Sabar

Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah
berkata, "Sabar adalah meneguhkan diri dalam
menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari
perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari
perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir
Allah. ..."^

Macam-macam Sabar

Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah
berkata, "Sabar itu terbagi menjadi tiga macam :



^ Al Fawa'id, hal. 95.

' Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24



1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada
Allah

2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang
diharamkan Allah

3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah
yang dialaminya, berupa berbagai hal yang
menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar
kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari
orang lain^

Sebab meraih kemuliaan

Di dalam Taisir Lathifil Mannaan Syaikh As Sa'di
rahimahullah menyebutkan sebab-sebab untuk
menggapai berbagai cita-cita yang tinggi. Beliau
menyebutkan bahwa sebab terbesar untuk bisa meraih
itu semua adalah iman dan amal shalih.



Di samping itu, ada sebab-sebab lain yang merupakan
bagian dari kedua perkara ini. Di antaranya adalah
kesabaran. Sabar adalah sebab untuk bisa mendapatkan
berbagai kebaikan dan menolak berbagai keburukan. Hal
ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta'ala,



Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24



"Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat"
(QS. Al Baqarah [2] : 45).

Yaitu mintalah pertolongan kepada Allah dengan bekal
sabar dan shalat dalam menangani semua urusan kalian.
Begitu pula sabar menjadi sebab hamba bisa meraih
kenikmatan abadi yaitu surga. Allah ta'ala berfirman
kepada penduduk surga, "Keselamatan atas kalian berkat
kesabaran kalian" (QS. Ar Ra'd [13] : 24).

Allah juga berfirman, "Mereka itulah orang-orang yang
dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga)
dengan sebab kesabaran mereka" (QS. Al Furqaan [25] :
75).

Selain itu Allah pun menjadikan sabar dan yakin sebagai
sebab untuk mencapai kedudukan tertinggi yaitu
kepemimpinan dalam hal agama. Dalilnya adalah firman
Allah ta'ala, "Dan Kami menjadikan di antara mereka
(Bani Isra'il) para pemimpin yang memberikan petunjuk
dengan titah Kami, karena mereka mau bersabar dan
meyakini ayat-ayat Kami" (QS. As Sajdah [32] : 24)."

Lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 375

SABAR DALAM KETAATAN

Sabar dalam menuntut ilmu

Syaikh Nu'man mengatakan,"Betapa banyak gangguan
yang harus dihadapi oleh seseorang yang berusaha
menuntut ilmu. Maka dia harus bersabar untuk menahan
rasa lapar, kekurangan harta, jauh dari keluarga dan
tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya
menimba ilmu dengan cara menghadiri pengajian-
pengajian, mencatat dan memperhatikan penjelasan
serta mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.



Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi Katsir yang
pernah mengatakan,"llmu itu tidak akan didapatkan
dengan banyak mengistirahatkan badan" sebagaimana
tercantum dalam shahih Imam Muslim. Terkadang
seseorang harus menerima gangguan dari orang-orang
yang terdekat darinya, apalagi orang lain yang
hubungannya jauh darinya, hanya karena kegiatannya
menuntut ilmu. Tidak ada yang bisa bertahan kecuali



orang-orang yang mendapatkan anugerah ketegaran
dari Allah."=

Sabar dalam mengamalkan ilmu

Syaikh Nu'man mengatakan,"Dan orang yang ingin
beramal dengan ilmunya juga harus bersabar dalam
menghadapi gangguan yang ada di hadapannya. Apabila
dia melaksanakan ibadah kepada Allah menuruti syari'at
yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida'
wal ahwaa' yang menghalangi di hadapannya, demikian
pula orang-orang bodoh yang tidak kenal agama kecuali
ajaran warisan nenek moyang mereka.

Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya,
dan terkadang berbentuk gangguan fisik, bahkan
terkadang dengan kedua-keduanya. Dan kita sekarang
ini berada di zaman dimana orang yang berpegang
teguh dengan agamanya seperti orang yang sedang
menggenggam bara api, maka cukuplah Allah sebagai
penolong bagi kita, Dia lah sebaik-baik penolong"^



' Taisirul wushul, hal. 12-13
*" Taisirul wushul, hal. 13



Sabar dalam berdakwah

Syaikh Nu'man mengatakan,"Begitu pula orang yang
berdakwah mengajak kepada agama Allah harus
bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena
sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah
menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin
Naufal mengatakan kepada Nab! kita shallallahu 'alaihi
wa sallam,"Tidaklah ada seorang pun yang datang
dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa
melainkan pasti akan disakiti orang".



Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya
para da'i pengajak kesyirikan tegak di hadapannya,
begitu pula para pengikut dan orang-orang yang
mengenyangkan perut mereka dengan cara itu.
Sedangkan apabila dia mengajak kepada ajaran As
Sunnah maka akan ditemuinya para pembela bid'ah dan
hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi kemaksiatan
dan berbagai kemungkaran niscaya akan ditemuinya
para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa besar serta
orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok
mereka.



Mereka semua akan berusaha menghalang-halangi
dakwahnya karena dia telah menghalangi mereka dari
kesyirikan, bid'ah dan kemaksiatan yang selama ini
mereka tekuni"'

Sabar dan kemenangan

Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah
berkata, "Allah ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya,"Dan
sungguh telah didustakan para Rasul sebelummu, maka
mereka pun bersabar menghadapi pendustaan terhadap
mereka dan mereka juga disakiti sampai tibalah
pertolongan Kami" (QS. Al An'aam [6] : 34).



Semakin besar gangguan yang diterima niscaya semakin
dekat pula datangnya kemenangan. Dan bukanlah
pertolongan/kemenangan itu terbatas hanya pada saat
seseorang (da'i) masih hidup saja sehingga dia bisa
menyaksikan buah dakwahnya terwujud. Akan tetapi
yang dimaksud pertolongan itu terkadang muncul di saat
sesudah kematiannya. Yaitu ketika Allah menundukkan
hati-hati umat manusia sehingga menerima dakwahnya
serta berpegang teguh dengannya. Sesungguhnya hal itu



^ Taisiml wushul, hal. 13-14



termasuk pertolongan yang didapatkan oleh da'i ini
meskipun dia sudah mati.

Maka wajib bagi para da'i untuk bersabar dalam
melancarkan dakwahnya dan tetap konsisten dalam
menjalankannya. Hendaknya dia bersabar dalam
menjalani agama Allah yang sedang didakwahkannya
dan juga hendaknya dia bersabar dalam menghadapi
rintangan dan gangguan yang menghalangi dakwahnya.
Lihatlah para Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu
'alaihim. Mereka juga disakiti dengan ucapan dan
perbuatan sekaligus.



Allah ta'ala berfirman yang artinya,"Demikianlah,
tidaklah ada seorang Rasul pun yang datang sebelum
mereka melainkan mereka (kaumnya) mengatakan, 'Dia
adalah tukang sihir atau orang gila'." (QS. Adz Dzariyaat
[51] : 52). Begitu juga Allah 'azza wa jalla berfirman,
"Dan demikianlah Kami menjadikan bagi setiap Nabi ada
musuh yang berasal dari kalangan orang-orang
pendosa" (QS. Al Furqaan [25] : 31). Namun, hendaknya



para da'i tabah dan bersabar dalam menghadapi itu
semua..."*

Sabar di atas Islam

Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu
'anhu yang tetap berpegang teguh dengan Islam
meskipun harus merasakan siksaan ditindih batu besar
oleh majikannya di atas padang pasir yang panas^
Ingatlah bagaimana siksaan tidak berperikemanusiaan
yang dialami oleh Ammar bin Yasir dan keluarganya.
Ibunya Sumayyah disiksa dengan cara yang sangat keji
sehingga mati sebagai muslimah pertama yang syahid di
jalan Allah^°.

Lihatlah keteguhan Sa'ad bin Abi Waqqash
radhiyallahu'anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk
meninggalkan Islam sampai-sampai ibunya bersumpah
mogok makan dan minum bahkan tidak mau
mengajaknya bicara sampai mati. Namun dengan tegas
Sa'ad bin Abi Waqqash mengatakan, "Wahai Ibu, demi



' Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24

' Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122

^° Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122-123



10



Allah, andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian
satu persatu keluar, sedetikpun ananda tidak akan
meninggalkan agama ini..." " Inilah akidah, inilah
kekuatan iman, yang sanggup bertahan dan kokoh
menjulang walaupun diterpa oleh berbagai badai dan
topan kehidupan.

Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya cobaan yang
menimpa kita pada hari ini, baik yang berupa kehilangan
harta, kehilangan jiwa dari saudara yang tercinta,
kehilangan tempat tinggal atau kekurangan bahan
makanan, itu semua jauh lebih ringan daripada cobaan
yang dialami oleh salafush shalih dan para ulama
pembela dakwah tauhid di masa silam.

Mereka disakiti, diperangi, didustakan, dituduh yang
bukan-bukan, bahkan ada juga yang dikucilkan. Ada
yang tertimpa kemiskinan harta, bahkan ada juga yang
sampai meninggal di dalam penjara, namun sama sekali
itu semua tidaklah menggoyahkan pilar keimanan
mereka.



Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 133



11



Ingatlah firman Allah ta'ala yang artinya,"Dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai
seorang muslim." (QS. AM 'Imran [3] : 102).

Ingatlah juga janji Allah yang artinya,"Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya akan Allah berikan jalan
keluar dan Allah akan berikan rezki kepadanya dari jalan
yang tidak disangka-sangka." (QS. Ath Thalaq [65] : 2-
3).

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Ketahuilah, sesungguhnya
datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran.
Bersama kesempitan pasti akan ada jalan keuar. Bersama
kesusahan pasti akan ada kemudahan." (HR. Abdu bin
Humaid di dalam Musnadnya [636]^^ dan Al Haakim
dalam Mustadrak 'ala Shahihain, 111/624'').



^- Lihat Durrah Salafiyah, hal. 148.

" Syarh Arba'in Ibnu 'Utsaimin, hal. 200.



12



SABAR MENJAUHI MAKSIAT

Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali
mengatakan/'Bersabar menahan diri dari kemaksiatan
kepada Allah, sehingga dia berusaha menjauhi
kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan
akhirat siap menimpanya apabila dia melakukannya. Dan
tidaklah umat-umat terdahulu binasa kecuali karena
disebabkan kemaksiatan mereka, sebagaimana hal itu
dikabarkan oleh Allah 'azza wa jalla di dalam muhkam Al
Qur'an.

Di antara mereka ada yang ditenggelamkan oleh Allah ke
dalam lautan, adapula yang binasa karena disambar
petir, adapula yang dimusnahkan dengan suara yang
mengguntur, dan ada juga di antara mereka yang
dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada
juga di antara mereka yang dirubah bentuk fisiknya
(dikutuk)."

Pentahqiq kitab tersebut memberikan catatan, "Syaikh
memberikan isyarat terhadap sebuah ayat, "Maka
masing-masing (mereka itu) kami siksa disebabkan
dosanya, Maka di antara mereka ada yang kami



13



timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara
mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur,
dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam
bumi, dan di antara mereka ada yang kami
tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak
menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri." (QS. Al 'Ankabuut [29] :
40).

"Bukankah itu semua terjadi hanya karena satu sebab
saja yaitu maksiat kepada Allah tabaaraka wa ta'aala.
Karena hak Allah adalah untuk ditaati tidak boleh
didurhakai, maka kemaksiatan kepada Allah merupakan
kejahatan yang sangat mungkaryang akan menimbulkan
kemurkaan, kemarahan serta mengakibatkan turunnya
siksa-Nya yang sangat pedih. Jadi, salah satu macam
kesabaran adalah bersabar untuk menahan diri dari
perbuatan maksiat kepada Allah. Janganlah
mendekatinya.

Dan apabila seseorang sudah terlanjur terjatuh di
dalamnya hendaklah dia segera bertaubat kepada Allah
dengan taubat yang sebenar-benarnya, meminta
ampunan dan menyesalinya di hadapan Allah. Dan



14



hendaknya dia mengikuti kejelekan-kejelekannya
dengan berbuat kebaikan-kebaikan. Sebagaimana
difirmankan Allah 'azza wa jalla,"Sesungguhnya
kebaikan-kebaikan akan menghapuskan kejelekan-
kejelekan" (QS. Huud [11] : 114). Dan juga sebagaimana
disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Dan
ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu
akan menghapuskannya" (HR. Ahmad, dll, dihasankan Al
Albani dalam MisykatuI Mashaabih 5043)..."'"



' Thariqul wushul, hal. 15-17



15



SABAR MENERIMA TAKDIR

Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali
mengatakan,"Macam ketiga dari macam-macam
kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi takdir dan
keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada
hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakanpun
di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian
atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya.
Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai
musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan
nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan
takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam
semesta..."'^

Sabar dan Tauhid

Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin
Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala membuat sebuah
bab di dalam Kitab Tauhid beliau yang berjudul,"Bab
Minal iman billah, ash-shabru 'ala aqdarillah" (Bab



^' Thariqul wushul, hal. 15-17



16



Bersabar dalam menghadapi takdir Allah termasuk
cabang keimanan kepada Allah)

Syaikh Shalih bin Abdul 'Aziz Alusy Syaikh
hafizhahullahu ta'ala mengatakan dalam penjelasannya
tentang bab yang sangat berfaedah ini,"Sabar tergolong
perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam
agama). la termasuk salah satu bagian ibadah yang
sangat mulia. la menempati relung-relung hati, gerak-
gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan
hakekat penghambaan yang sejati tidak akan terrealisasi
tanpa kesabaran.

Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syari'at
(untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan
syari'at (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa
juga berupa ujian dalam bentuk musibah yang
ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau
bersabar ketika menghadapinya.

Hakekat penghambaan adalah tunduk melaksanakan
perintah syari'at serta menjauhi larangan syari'at dan
bersabar menghadapi musibah-musibah. Musibah yang
dijadikan sebagai batu ujian oleh Allah jalla wa 'ala



17



untuk menempa hamba-hamba-Nya. Dengan demikian
ujian itu bisa melalui sarana ajaran agama dan melalui
sarana keputusan takdir.

Adapun ujian dengan dibebani ajaran-ajaran agama
adalah sebagaimana tercermin dalam firman Allah jalla
wa 'ala kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam di
dalam sebuah hadits qudsi riwayat Muslim dari 'lyaadh
bin Hamaar. Dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah bersabda "Allah ta'ala berfirman
"Sesungguhnya Aku mengutusmu dalam rangka menguji
dirimu. Dan Aku menguji (manusia) dengan dirimu"."

Maka hakekat pengutusan Nabi 'alaihish shalaatu was
salaam adalah menjadi ujian. Sedangkan adanya ujian
jelas membutuhkan sikap sabar dalam menghadapinya.
Ujian yang ada dengan diutusnya beliau sebagai rasul
iaiah dengan bentuk perintah dan larangan.

Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja
dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan
berbagai larangan dibutuhkan bekal kesabaran. Begitu
pula saat menghadapi keputusan takdir kauni (yang
menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran.



18



Oleh sebab itulah sebagian ulama mengatakan,
"Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar dalam berbuat
taat, sabar dalam menahan diri dari maksiat dan sabar
tatkala menerima takdir Allah yang terasa menyakitkan"

Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup
bersabar tatkala tertimpa musibah maka Syaikh pun
membuat sebuah bab tersendiri, semoga Allah
merahmati beliau. Hal itu beliau lakukan dalam rangka
menjelaskan bahwasanya sabar termasuk bagian dari
kesempurnaan tauhid. Sabar termasuk kewajiban yang
harus ditunaikan oleh hamba, sehingga la pun bersabar
menanggung ketentuan takdir Allah.

Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar itulah yang
banyak muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka
mendapatkan ujian berupa ditimpakannya musibah.
Dengan alasan itulah beliau membuat bab ini, untuk
menerangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib
dilakukan tatkala tertimpa takdir yang terasa
menyakitkan. Dengan hal itu beliau juga ingin
memberikan penegasan bahwa bersabar dalam rangka
menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan
hukumnya juga wajib.



19



Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab
mengatakan, "Qutila fulan shabran" (artinya si polan
dibunuh dalam keadaan "shabr") yaitu tatkala dia berada
dalam tahanan atau sedang diikat lalu dibunuh, tanpa
ada perlawanan atau peperangan. Dan demikianlah inti
makna kesabaran yang dipakai dalam pengertian syar'i.

la disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung
penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan
hati untuk tidak merasa marah dan menahan anggota
badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan dalam
bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain
dan semacamnya. Maka menurut istilah syari'at sabar
artinya : Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati
dari marah dan menahan anggota badan dari
menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek
sesuatu dan tindakan lain semacamnya.

Imam Ahmad rahimahullah berkata,"Di dalam Al Qur'an
kata sabar disebutkan dalam 90 tempat lebih. Sabar
adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala
bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran
dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran
untuk menjauhi maksiat serta tidak sabar tatkala



20



tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan
banyak sekali bagian keimanan"

Perkataan beliau "Bab Minal imaan, ash shabru 'ala
aqdaarillah" artinya : salah satu ciri karakteristik iman
kepada Allah adalah bersabar tatkala menghadapi
takdir-takdir Allah. Keimanan itu mempunyai cabang-
cabang. Sebagaimana kekufuran juga bercabang-
cabang.

Maka dengan perkataan "Minal imaan ash shabru" beliau
ingin memberikan penegasan bahwa sabar termasuk
salah satu cabang keimanan. Beliau juga memberikan
penegasan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim yang menunjukkan bahwa niyaahah (meratapi
mayit) itu juga termasuk salah satu cabang kekufuran.
Sehingga setiap cabang kekafiran itu harus dihadapi
dengan cabang keimanan. Meratapi mayit adalah sebuah
cabang kekafiran maka dia harus dihadapi dengan
sebuah cabang keimanan yaitu bersabar terhadap takdir
Allah yang terasa menyakitkan"^^



'AtTamhiid,hal.389-391



21



Hukum merasa ridha terhadap musibah

Syaikh Shalih Alusy Syaikh hafizhahullahu ta'ala
menjelaskan, "Hukum merasa ridha dengan adanya
musibah adalah mustahab (sunnah), bukan wajib. Oleh
karenanya banyak orang yang kesulitan membedakan
antara ridha dengan sabar. Sedangkan kesimpulan yang
pas untuk itu adalah sebagai berikut. Bersabar
menghadapi musibah hukumnya wajib, dia adalah salah
satu kewajiban yang harus ditunaikan. Hal itu
dikarenakan di dalam sabar terkandung meninggalkan
sikap marah dan tidak terima terhadap ketetapan dan
takdir Allah.

Adapun ridha memiliki dua sudut pandang yang
berlainan :

Sudut pandang pertama : terarah kepada perbuatan
Allah jalla wa 'ala. Seorang hamba merasa ridha terhadap
perbuatan Allah yang menetapkan terjadinya segala
sesuatu. Dia merasa ridha dan puas dengan perbuatan
Allah. Dia merasa puas dengan hikmah dan
kebijaksanaan Allah. Dia merasa ridha terhadap
pembagian jatah yang didapatkannya dari Allah jalla wa



22



'ala. Rasa ridha terhadap perbuatan Allah in! termasuk
salah satu kewajiban yang harus ditunaikan.
Meninggalkan perasaan itu hukumnya haram dan
menafikan kesempurnaan tauhid (yang harus ada).

Sudut pandang kedua : terarah kepada kejadian yang
diputuskan, yaitu terhadap musibah itu sendiri. Maka
hukum merasa ridha terhadapnya adalah mustahab.
Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridha dengan
sakit yang dideritanya. Bukan kewajiban atas hamba
untuk merasa ridha dengan sebab kehilangan anaknya.
Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridha dengan
sebab kehilangan hartanya. Namun hal ini hukumnya
mustahab (disunnahkan).

Oleh sebab itu dalam konteks tersebut (ridha yang
hukumnya wajib) Alqamah mengatakan,"Ayat ini
berbicara tentang seorang lelaki yang tertimpa musibah
dan dia menyadari bahwa musibah itu berasal dari sisi
Allah maka diapun merasa ridha" yakni merasa puas
terhadap ketetapan Allah "dan ia bersikap pasrah".
Karena ia mengetahui musibah itu datangnya dari sisi



23



(perbuatan) Allah jalla jalaaluhu. Inilah salah satu ciri
keimanan"^'

Sabar dan Syukur

Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinaan radhiyallahu 'anhu,
beliau mengatakan,"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah bersabda, "Sungguh menakjubkan urusan
orang yang beriman, semua urusannya adalah baik.
Tidaklah hal itu didapatkan kecuali pada diri seorang
mukmin. Apabila dia tertimpa kesenangan maka
bersyukur. Maka itu baik baginya. Dan apabila dia
tertimpa kesulitan maka dia pun bersabar. Maka itu pun
baik baginya." (HR. Muslim)

Syaikh Al 'Utsaimin menjelaskan bahwa manusia dalam
menghadapi takdir Allah yang berupa kesenangan dan
kesulitan terbagi menjadi dua, yaitu kaum beriman dan
kaum yang tidak beriman.

Adapun orang yang beriman bagaimanapun kondisinya
selalu baik baginya. Apabila dia tertimpa kesulitan maka
dia bersabar dan tabah menunggu datangnya jalan



' At Tamhhd, hal. 392-393



24



keluar dari Allah serta mengharapkan pahala dengan
kesabarannya itu. Dengan demikian dia memperoleh
pahala orang-orang yang sabar. Maka in! balk baginya.

Sedangkan apabila seorang mukmin menerima nikmat
diniyah maupun duniawiyah maka dia bersyukur yaitu
dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah. Karena
syukur bukan saja mencakup ucapan syukur di mulut
saja, akan tetapi harus dilengkapi dengan melaksanakan
berbagai ketaatan kepada Allah. Sehingga orang yang
beriman memiliki dua nikmat ketika mengalami
kesenangan yaitu nikmat dunia dengan merasa senang
dan nikmat diniyah dengan bersyukur. Sehingga inipun
baik bagi dirinya.

Adapun orang kafir, mereka berada dalam keadaan yang
buruk sekali, wal 'iyaadzu billaah. Apabila tertimpa
kesulitan mereka tidak mau bersabar, bahkan tidak mau
terima, memprotes takdir, mendo'akan kebinasaan,
mencela masa dan caci maki lainnya.

Sedangkan apabila mendapatkan kesenangan dia tidak
bersyukur kepada Allah. Maka kesenangan yang dialami
oleh orang-orang kafir di dunia ini kelak di akhirat akan



25



berubah menjadi siksaan. Karena orang kafir itu tidaklah
menyantap makanan atau menikmati minuman kecuali
dia pasti mendapatkan dosa karenanya. Meskipun hal itu
bagi orang mukmin tidak dinilai dosa, akan tetapi lain
halnya bagi orang kafir.

Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah ta'ala yang
artinya,"Katakanlah Siapakah yang mengharamkan

perhiasan Allah dan rezki yang baik-baik yang
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya. Katakanlah :
itu semua adalah untuk orang-orang yang beriman di
dalam kehidupan dunia yang akan diperuntukkan untuk
mereka saja pada hari kiamat" (QS.AI A'raaf [7] : 32).

Sehingga semua rezki tersebut diperuntukkan bagi kaum
beriman saja pada hari kiamat nanti. Adapun orang-
orang yang tidak beriman maka nikmat itu bukan
menjadi hak mereka. Mereka memakannya padahal itu
haram bagi mereka dan pada hari kiamat nanti mereka
akan disiksa karenanya. Sehingga bagi orang kafir
kesenangan maupun kesulitan adalah sama-sama
buruknya, wal 'iyaadzu billaah."



'' Lihat Syarh Riyadhush Shalihm, 1/107-108



26



Hikmah di balik musibah

Dari Anas, beliau berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda, "Apabila Allah menginginkan
kebaikan bag! hamba-Nya, maka Allah segerakan
hukuman atas dosanya di dunia. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan pada hamba-Nya maka Allah
tahan hukuman atas dosanya itu sampai dibayarkan di
saat hari kiamat" (Hadits riwayat At Tirmidzi dengan
nomor 2396 di dalam Az Zuhud. Bab tentang kesabaran
menghadapi musibah. Beliau mengatakan ; hadits ini
hasan gharib. la juga diriwayatkan oleh Al Haakim dalam
Al Mustadrak (1/349, 4/376 dan 377). la tercantum
dalam Ash Shahihah karya Al Albani dengan nomor
1220)

Syaikhul Islam mengatakan, "Datangnya musibah-
musibah itu adalah nikmat. Karena ia menjadi sebab
dihapuskannya dosa-dosa. la juga menuntut kesabaran
sehingga orang yang tertimpanya justru diberi pahala.
Musibah itulah yang melahirkan sikap kembali taat dan
merendahkan diri di hadapan Allah ta'ala serta
memalingkan ketergantungan hatinya dari sesama
makhluk, dan berbagai maslahat agung lainnya yang



27



muncul karenanya. Musibah itu sendiri dijadikan oleh
Allah sebagai sebab penghapus dosa dan kesalahan.
Bahkan ini termasuk nikmat yang paling agung. Maka
seluruh musibah pada hakikatnya merupakan rahmat
dan nikmat bagi keseluruhan makhluk, kecuali apabila
musibah itu menyebabkan orang yang tertimpa musibah
menjadi terjerumus dalam kemaksiatan yang lebih besar
daripada maksiat yang dilakukannya sebelum tertimpa.
Apabila itu yang terjadi maka ia menjadi keburukan
baginya, bila ditilik dari sudut pandang musibah yang
menimpa agamanya."

"Sesungguhnya ada diantara orang-orang yang apabila
mendapat ujian dengan kemiskinan, sakit atau terluka
justru menyebabkan munculnya sikap munafiq dan
protes dalam dirinya, atau bahkan penyakit hati,
kekufuran yang jelas, meninggalkan sebagian kewajiban
yang dibebankan padanya dan malah berkubang dengan
berbagai hal yang diharamkan sehingga berakibat
semakin membahayakan agamanya. Maka bagi orang
semacam ini kesehatan lebih baik baginya. Hal ini bila
ditilik dari sisi dampak yang timbul setelah dia
mengalami musibah, bukan dari sisi musibahnya itu
sendiri. Sebagaimana halnya orang yang dengan



28



musibahnya bisa melahirkan sikap sabar dan tunduk
melaksanakan ketaatan, maka musibah yang menimpa
orang semacam ini sebenarnya adalah nikmat diniyah.
Musibah itu sendiri terjadi dengan perbuatan Rabb 'azza
wa jalla sekaligus sebagai rahmat untuk manusia, dan
Allah ta'ala maha terpuji karena perbuatan-Nya tersebut.
Barangsiapa yang diuji dengan suatu musibah lantas
diberikan karunia kesabaran oleh Allah maka sabar itulah
nikmat bagi agamanya. Setelah dosanya terhapus
karenanya maka muncullah sesudahnya rahmat (kasih
sayang dari Allah).

Dan apabila dia memuji Rabbnya atas musibah yang
menimpanya niscaya dia juga akan memperoleh pujian-
Nya. "Mereka itulah orang-orang yang diberikan pujian
(shalawat) dari Rabb mereka dan memperoleh curahan
rahmat" (QS. Al Baqarah [2] : 156) Ampunan dari Allah
atas dosa-dosanya juga akan didapatkan, begitu pula
derajatnya pun akan terangkat. Barangsiapa yang
merealisasikan sabar yang hukumnya wajib ini niscaya
dia akan memperoleh balasan-balasan tersebut" Selesai
perkataan Syaikhul Islam, dengan ringkas^^



' Lihat Fathul Majiid, hal. 353-354



29



Do'a apabila tertimpa musibah

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun, Allahumma'jurnii
fii mushiibatii wa ahklif Mi khairan minhaa

Artinya : Sesungguhnya kita adalah milik Allah. Dan kita
pasti akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berikanlah
ganjaran pahala atas musibah hamba. Dan gantikanlah ia
dengan sesuatu yang lebih baik darinya. (HR. Muslim,
2/632. lihat Hishnul Muslim, hal. 96-97)

Pertanyaan : Apabila ada seseorang yang terkena suatu
penyakit atau tertimpa suatu bencana yang berakibat
buruk bagi diri atau hartanya, lalu bagaimanakah cara
untuk mengetahui bahwa bencana itu merupakan ujian
ataukah kemurkaan dari sisi Allah ?

Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
menjawab, "Allah 'azza wa jalla menguji hamba-hamba-
Nya dengan bentuk kesenangan dan kesulitan, dengan
kesempitan dan kelapangan. Terkadang dengan hal itu
Allah menguji mereka supaya bisa menaikkan derajat
mereka serta meninggikan sebutan mereka dan juga
demi melipatgandakan kebaikan-kebaikan mereka. Yang



30



demikian itu sebagaimana yang dialami oleh para Nabi
dan Rasul 'alaihimush shalatu was salaam, dan juga para
hamba Allah yang shalih. Sebagaimana sudah
disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Orang yang paling berat cobaannya adalah para Nabi,
kemudian diikuti oleh orang-orang lain yang berada
dibawah tingkatan mereka."

Dan terkadang Allah juga menimpakan hal itu
disebabkan oleh perbuatan-perbuatan maksiat dan
dosa-dosa (yang mereka lakukan). Sehingga dengan
demikian maka bencana itu merupakan hukuman yang
disegerakan, sebagaimana tercantum dalam firman Allah
Yang Mahasuci yang artinya, "Dan musibah apapun yang
menimpa kalian maka itu terjadi karena ulah perbuatan
tangan-tangan kalian, dan Allah memaafkan banyak
kesalahan orang." (QS. Asy Syura [42] : 30).

Adapun kondisi sebagian besar umat manusia yang ada
iaiah fenomena taqshir/meremehkan dan tidak
menunaikan kewajiban yang telah dibebankan. Oleh
karena itu musibah yang menimpa dirinya maka itu
sesungguhnya timbul dikarenakan dosa-dosa yang



31



diperbuatnya serta kekurangannya sendiri dalam
menjalankan perintah Allah.

Sedangkan apabila yang mengalami musibah adalah
termasuk golongan hamba Allah yang shalih, entah
berupa penyakit tertentu ataupun musibah yang lainnya,
maka sesungguhnya hal ini termasuk kategori ujian yang
diberikan kepada kalangan para Nabi dan Rasul dalam
rangka mengangkat derajat serta membesarkan balasan
pahalanya. Dan juga dia bisa menjadi contoh untuk
orang lain dalam hal kesabaran dan keyakinannya untuk
berharap pahala. Sehingga hasil yang ingin diraih
dengan sebab terjadinya musibah iaIah terangkatnya
derajat, peningkatan pahala, sebagaimana halnya
musibah yang ditetapkan oleh Allah menimpa para Nabi
dan sebagian orang yang baik/shalih.

Dan bisa juga hal itu terjadi demi menghapuskan dosa
kesalahan-kesalahan, sebagaimana tercantum dalam
firman Allah ta'ala yang artinya, "Barangsiapa yang
melakukan kejelekan pasti akan dibalas." (QS. An Nisaa'
[4] : 123).



32



Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda/Tidaklah ada
sebuah kesusahan, kekalutan, keletihan, penyakit,
kesedihan maupun gangguan yang menimpa seorang
mukmin melainkan Allah past! menghapuskan sebagian
dosa kesalahan-kesalahannnya, bahkan sampai duri
yang menusuk bagian tubuhnya." Dan sabda beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam,"Barangisapa yang
diinginkan baik oleh Allah maka pasti Dia timpakan
musibah kepadanya.".

Namun terkadang bisajuga hal itu merupakan hukuman
yang disegerakan disebabkan perbuatan-perbuatan
maksiat yang dilakukan dan kelambatan diri dalam
bertaubat. Hal itu sebagaimana diceritakan di dalam
sebuah hadits dari beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Nabi bersabda/'Apabila Allah menghendaki kebaikan
bagi hamba-Nya maka Allah segerakan hukuman
baginya di alam dunia. Sedangkan apabila Allah
menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka Allah
menahan hukuman atas dosa itu hingga terbayarkan
kelak pada hari kiamat." (HR. Tirmidzi, dinilainya
hasan).'"



^° Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah juz 4, diterjemahkan
dari website beliau



33



Marah saat tertimpa musibah ?

Pertanyaan : Apa hukumnya orang yang marah tatkala
tertimpa musibah ?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
menjawab, "Orang ketika menghadapi musibah terbagi
dalam empat tingkatan :

Tingkatan Pertama : Marah.

Tingkatan ini meliputi beberapa macam keadaan :
Kondisi pertama; ia menyimpan perasaan marah di
dalam hati kepada Allah. Sehingga dia pun menjadi
marah terhadap apa yang sudah diputuskan Allah. Hal ini
adalah haram. Bahkan terkadang bisa menjerumuskan
pelakunya ke dalam kekafiran. Allah ta'ala berfirman
yang artinya, "Di antara manusia ada orang yang
menyembah Allah di pinggiran. Apabila dia tertimpa
kebaikan diapun merasa tenang. Dan apabila dia
tertimpa ujian maka diapun berbalik ke belakang, hingga
rugilah dia dunia dan akhirat." (QS. Al Hajj [22]: 11).



34



Kondisi kedua; kemarahannya diekspresikan dengan
ucapan. Seperti dengan mendo'akan kecelakaan dan
kebinasaan atau ucapan semacamnya, ini juga haram.

Kondisi lterekspresikan dengan tindakan anggota badan. Seperti
dengan menampar-nampar pipi, merobek-robek kain
pakaian, mencabuti rambut dan perbuatan semacamnya.
Perbuatan ini semua haram hukumnya dan meniadakan
sifat sabar yang wajib ada.

Tingl
Hal ini sebagaimana digambarkan oleh seorang penyair
dalam syairnya,

Sabar itu memang seperti namanya

Pahit kalau baru dirasa

Tapi buahnyayang ditunggu-tunggu
Jauh lebih manis daripada madu

Dia melihat bahwa musibah ini adalah sesuatu yang
sangat berat akan tetapi dia tetap bisa tabah dalam
menanggungnya. Dia merasa tidak senang atas
kejadiannya. Namun imannya masih bisa menjaganya



35



untuk tidak marah. Sehingga terjadi atau tidaknya
musibah itu masih terasa berbeda baginya. Dan hal ini
adalah tingkatan yang wajib. Sebab Allah ta'ala telah
memerintahkan untuk bersabar. Allah berfirman yang
artinya, "Bersabarlah kalian. Sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al AInfaal [8] :
46).

Tingl
Yaitu seseorang bisa merasa ridha dengan musibah yang
menimpanya. Sehingga ada dan tidaknya musibah adalah
sama saja baginya. Dia tidak merasakannya sebagai
sebuah beban yang sangat berat. Ini adalah tingkatan
yang sangat dianjurkan/mustahab, dan bukan hal yang
wajib menurut pendapat yang kuat. Perbedaan antara
tingkatan ini dengan tingkatan sebelumnya cukup jelas.
Yaitu; karena dalam tingkatan ini ada tidaknya musibah
itu terrasa sama saja dalam hal keridhaan terhadapnya.
Adapun dalam tingkatan sebelumnya terjadinya musibah
itu masih dirasakan sebagai sesuatu yang sukar baginya,
namun dia masih tetap bersabar.



36



Tingkatan Keempat : Bersyukur

Inilah tingkatan yang tertinggi. Yaitu dengan justru
bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpanya.
Dia sadar bahwa pada hakikatnya musibah adalah faktor
penyebab terhapusnya dosa-dosanya, bahkan terkadang
bisa menjadi sumber penambahan amal kebaikannya.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tiada
sebuah musibahpun yang menimpa seorang muslim,
kecuali pasti Allah hapuskan (dosanya) dengan sebab
musibah itu, bahkan sekalipun duri yang menusuknya."
(HR. Bukhari (5640) dan Muslim (2572)). ''



'^ Diterjemahkan dengan penyesuaian redaksional dari Fatawa
Arkanil Islam, hal. 126-127



37



BALASAN BAGI ORANG YANG SABAR

Allah ta'ala berfirman yang artinya,"Sungguh Kami akan
menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan serta
kekurangan harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Maka
berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.
Yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah
mereka mengatakan,"Sesungguhnya kami ini berasal dari
Allah, dan kami juga akan kembali kepada-Nya". Mereka
itulah orang-orang yang akan mendapatkan ucapan
shalawat (pujian) dari Tuhan mereka, dan mereka itulah
orang-orang yang memperoleh hidayah" (QS. Al Baqarah
[2] : 155-157).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di rahimahullah
berkata di dalam kitab tafsirnya, "Ayat ini menunjukkan
bahwa barangsiapa yang tidak bersabar maka dia berhak
menerima lawan darinya, berupa celaan dari Allah,
siksaan, kesesatan serta kerugian. Betapa jauhnya
perbedaan antara kedua golongan ini. Betapa kecilnya
keletihan yang ditanggung oleh orang-orang yang sabar
bila dibandingkan dengan besarnya penderitaan yang



38



harus ditanggung oleh orang-orang yang protes dan
tidak bersabar..."^^

Allah ta'ala juga berfirman yang artinya,"Sesungguhnya
balasan pahala bag! orang-orang yang sabar adalah
tidak terbatas" (QS. Az Zumar [39] : 10).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di rahimahullah
berkata di dalam kitab tafsirnya,"Ayat ini berlaku umum
untuk semua jenis kesabaran. Sabar dalam menghadapi
takdir Allah yang terasa menyakitkan, yaitu hamba tidak
merasa marah karenanya. Sabar dari kemaksiatan
kepada-Nya, yaitu dengan cara tidak berkubang
didalamnya. Bersabar dalam melaksanakan ketaatan
kepada-Nya, sehingga diapun merasa lapang dalam
melakukannya.

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang sabar
pahala untuk mereka yang tanpa hitungan, artinya tanpa
batasan tertentu maupun angka tertentu ataupun ukuran
tertentu. Dan hal itu tidaklah bisa diraih kecuali
disebabkan karena begitu besarnya keutamaan sifat
sabar dan agungnya kedudukan sabar di sisi Allah, dan



■ Taisir Karimir Rahman, hal. 76



39



menunjukkan pula bahwa Allahlah penolong segala
urusan"^^

Surga bagi orang yang sabar

Allah ta'ala berfirman yang artinya, "(yaitu) Syurga 'Adn
yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan
orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-
isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat
masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;
(sambil mengucapkan) "Salamun 'alaikum bima

shabartum" (Keselamatan atas kalian sebagai balasan
atas kesabaran kalian). Maka alangkah baiknya tempat
kesudahan itu. Maka alangkah baiknya tempat
kesudahan itu." (QS. Ar Ra'd : 23-24).

Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi
wa shahbihi wa sallam.

Selesai disusun ulang, Kamis 8/1/1428
Abu Mushlih Al Jukjakarti

Semoga Allah mengampuninya



' Taisir Karimir Rahman, hal. 721

Disusun oleh
Abu Mushlih Al Jukjakarti

Jumat, 04 Maret 2011 | | 0 komentar

Pramuka pun Jaga Masjid Nabi

MADINAH -- Jangan remehkan Pramuka. Di Arab Saudi, Pramuka pun punya banyak peran, apalagi di musim haji seperti sekarang ini. Pemerintah Arab Saudi telah mengerahkan Pramuka (Kassyafah) untuk menjaga setiap sudut kawasan Markaziyah atau kompleks Masjid Nabawi, Madinah.

Mereka berjaga-jaga bersama ribuan personel keamanan yang terdiri atas polisi (syurtoh), askar (pamong praja). Para petugas keamanan ini, tersebar di jalan-jalan sekitar masjid, pintu gerbang masjid, halaman masjid dan di dalam masjid.

Bila musim haji tahun sebelumnya, jalan-jalan di luar Markaziyah kira-kira sejauh 500 meter dari Masjid Nabawi sepi dari petugas pengamanan, kini sejumlah pamong praja ataupun Pramuka selalu bersiaga di tiap perempatan jalan. Jumlah mereka menjadi berkali-kali lipat ketika menjelang dan sesudah pelaksanaan salat wajib.

Makin mendekati masjid jumlah petugas pengamanan makin banyak. Tepat di depan gerbang Masjid Nabawi, beberapa jenis mobil polisi terparkir lengkap dengan belasan personelnya. Para petugas ini bertugas mengatur lalu lintas dan membantu para calhaj menyeberang jalan.

Para pramuka yag berjaga itu umumnya berasal dari sekitar kota Madinah saja. Mereka dikoordinir dari sekolah-sekolah Mutawassitoh dan Tsanawiyah (Tsanawiyah dan Aliyah) di seluruh kota Madinah. Rata-rata anak-anak sekolahan ini memiliki kemampuan berbahasa dan tatakrama yang lebih baik daripada para tenaga pamong praja, bahkan daripada para polisi Madinah sendiri.

Anak-anak pramuka ini, biasanya tampak berseri-seri membantu jamaah. Mereka bahkan tidak enggan mengantarkan para jamaah yang tersesat hingga ke pos-pos negara setempat.

Selama bertugas membantu jamaah haji ini, para pramuka mendapatkan insentif dari pemerintah sebanyak 2.500 riyal atau kira-kira Rp 6.250.000 untuk masa tugas musim haji.

Musim haji kali ini penjagaan memang ketat. Di pintu masuk masjid, jumlah penjaga dari Hai`ah Amar Ma`ruf Nahi Munkar (seksi urusan amar ma`ruf nahi mungkar) tampak bertambah banyak. Mereka bahkan menjadi lebih galak dibanding biasanya. Tas-tas jamaah digeledah dan bila ditemukan kamera atau atau barang terlarang, maka jamaah dilarang masuk masjid.

Banyak tenaga keamanan ini didayangkan dari kota-kota sekitar Madinah seperti Tabuk dan Thaif. Bahkan di antara mereka juga terdapat pamong praja musiman yang hanya bertugas di Masjid Nabawi saat musim haji saja."Saya sejak dua hari lalu di sini. Kami akan bertugas selama 3 minggu mengamankan para jamaah haji," kata Umar bin Mas`ud, salah seorang pamong praja yang diperbantukan dari Tabuk. Mas`ud mengaku diperbantukan musim ini dari Tabuk bersama 150 anggota Pamong Praja musiman lainnya.(sumber berita:http://www.tempointeraktif.com)

Rabu, 29 Desember 2010 | | 0 komentar

Meneladani Rasul

“Dan apa saja yang dibawa oleh Rasul, maka ambillah. Sedangkan apa yang dilarangnya, maka hindarilah. Bertakwalah kalian kepada Allah, karena Allah Maha keras siksa-Nya.” (QS. Al Hasyr: 7).

Manusia memang membutuhkan rasul sebagai perantara dalam menerima ajaran-ajaran dari Allah SWT. Dan bersamaan dengan itu pula, sejak lama manusia telah menempatkan Rasulullah SAW. sebagai pembawa risalah terakhir dari Allah SWT. untuk manusia. Setiap saat kita selalu bersholawat kepada nabi sebagai perwujudan dari rasa hormat kepada beliau, dan kita berusaha untuk menjadi orang-orang yang diberi syafaat di hari penghisaban dengan mengikuti anjuran dan larangannya. Karena pada hakikatnya yang dibawa Muhammad adalah wahyu dari Allah SWT. (QS. An Najm: 3 dan 4; QS. Al An’am:50).

Wujud cinta kita kepada Rasulullah selalu kita buktikan dengan mengikuti perbuatan-perbuatannya. Rasul menganjurkan berbuat baik kepada semua orang, dengan segera kita melaksanakannya. Ketika Rasul menyuruh kita sopan santun, jujur, adil, bersikap pemaaf, maka dengan antusias kita menyambut dan melaksanakan perintah itu. Sehingga dalam kadar tertentu kita telah menjadikan Rasulullah sebagai figur yang harus diteladani dalam segala komponen kehidupan. Bahkan Rasulullah adalah ushwatun hasanah atau teladan yang baik.

Namun amat disayangkan, rasa cinta kepada Rasulullah itu sedikit demi sedikit mulai memudar sesuai dengan berkembangnya peradaban. Sangat ironis memang, ternyata generasi muda kita lebih paham dan mengikuti “sabda-sabda” yang mereka anggap sebagai figur “teladan”. Tak bisa menutup mata, bahwa remaja kita mulai gandrung dengan tokoh-tokoh artis yang mereka anggap mampu memberi inspirasi dalam hidupnya. Bahkan dalam tataran tertentu mampu menumbuhkan histeria.

Bukan saja kaum muda yang sudah mematut-matut diri menyamakan dengan idola pujaannya. Namun, tanpa disadari kaum tua pun telah melakukan hal yang sama, meski dalam unsur yang berbeda. Dalam diri kita mulai merayap pemikiran dan perasaan yang bertolak belakang dengan sikap Rasulullah sebagai teladan kita. Betapa naifnya kita mengaku-ngaku mencintai dan meneladani Rasulullah sementara kita sendiri tak pernah mengikuti perilakunya. Cinta kita, cinta palsu belaka. Di satu sisi kita senantiasa bersholawat kepadanya, tapi pada kesempatan yang lain kita malah melakukan perbuatan yang dilarangnya, yang jelas bertentangan dengan perilaku mulianya.

Satu hal yang bisa kita dapati bila kita mencintai dan meneladani Rasulullah dalam segala komponen kehidupan, yang tak akan pernah kita jumpai dalam mencintai dan meneladani selain Rasulullah. Yakni Rasululullah akan memberi “bonus” berupa syafaat kepada kita di hari penghisaban, bila kita mengikuti apa-apa yang diperintahkannya dan menghindari apa yang dilarangnya. Tak perlu menipu diri dengan menganggap nanti akan mendapat syafaat, sementara kita tak pernah meledani perbuatan Rasulullah.

Mulai sekarang, kita wajib menumbuhkan semangat untuk mencintai dan meneladani Rasulullah dalam jiwa kita. Wujudkan dalam setiap aktivitas kehidupan kita bahwa kita mencintai dan meneladani Rasulullah. Sehingga kita menjadi umat yang diridhoi oleh Allah dan Rasul-Nya. [O. Solihin]

Selasa, 21 Desember 2010 | | 0 komentar

Pentingnya Shalat Berjamaah

Sebagian ummat Islam masih membiasakan diri mengerjakan sholat lima waktu di rumah atau di kantor tempat ia bekerja. Sangat sedikit yang membiasakan sholat lima waktunya berjamaah di masjid atau musholla di mana azan dikumandangkan.Bahkan ada sebagian saudara muslim yang membiasakan dirinya sholat seorang diri alias tidak berjama’ah. Padahal terdapat sekian banyak pesan dari Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang menganjurkan ummat Islam –terutama kaum pria- sholat berjama’ah di masjid tempat di mana azan dikumandangkan.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ
حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ (صحيح مسلم)
Ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata: “Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzanMaka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA. Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat. Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya. Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya. Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.” (HR Muslim 3/387).
Berdasarkan hadits di atas sekurangnya terdapat beberapa pelajaran penting:
Pertama, seseorang yang disiplin mengerjakan sholat saat azan berkumandangakan menyebabkan dirinya diakui sebagai seorang muslim saat bertemu Allahsubhaanahu wa ta’aala kelak di hari berbangkit. Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa…! Pada hari yang sangat menggoncangkan bagi semua manusia justru diri kita dinilai Allah subhaanahu wa ta’aala sebagai seorang hamba-Nya yang menyerahkan diri kepada-Nya. Kita tidak dimasukkan ke dalam golongan orang kafir,musyrik atau munafiq.
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ
”Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan.”
Kedua, menjaga sholat termasuk kategori aktifitas SUNANUL-HUDA (perilaku atau kebiasaan berdasarkan pertunjuk Ilahi). Barangsiapa memelihara pelaksanaan kewajiban sholat lima waktu setiap harinya berarti ia menjalani hidupnya berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah subhaanahu wa ta’aala. Berati ia tidak membiarkan dirinya hidup tersesat sekedar mengikuti hawa nafsu yang dikuasai musuh Allah subhaanahu wa ta’aala, yakni syaitan.
فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
”Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA.”
Ketiga, sholat di rumah identik dengan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Padahal tindakan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan gambaran raibnya cinta seseorang kepada Nabinya Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Sebaliknya, bukti cinta seseorang akan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam adalah kesungguhannya untuk melaksanakan berbagai sunnah beliau, Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallam.
وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ
”Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.”
Keempat, meninggalkan sunnah Nabi akan menyebabkan seseorang menjadi TERSESAT. Berarti tidak lagi hidup di bawah naungan bimbingan dan petunjuk Allah. Sungguh mengerikan, bilamana seorang muslim merasa menjalankan kewajiban sholat, namun karena ia kerjakannya tidak di masjid, maka hal itu menyebabkan dirinya menjadi tersesat dari jalan yang lurus…! Na’udzubillaahi min dzaalika.
وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
”Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat.”
Kelima, barangsiapa menyempurnakan wudhu lalu berjalan ke masjid, maka hal itu akan mendatangkan kenaikan derajat dan penghapusan kesalahan.
وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً
”Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadipenghapus kesalahannya.”
Keenam, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu menggambarkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam masih hidup di tengah para sahabatradhiyallahu ’anhum jika ada yang tertinggal dari sholat berjamaah maka ia dipandang identik dengan orang munafiq sejati
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ
”Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya.”
Ketujuh, di zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sedemikianbersemangatnya orang menghadiri sholat berjamaah di masjid sampai-sampai ada yang dipapah dua orang di kiri-kanannya agar ia bisa sholat berjamaah di masjid
وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفّ
”Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.”
Ya Allah, berkahi, mudahkan dan kuatkanlah kami untuk selalu sholat lima waktu berjama’ah di masjid bersama saudara muslim kami lainnya. Amin.-
Hidup dan berkelakuan berdasarkan petunjuk Allah subhaanahu wa ta’aala merupakan suatu tuntutan sekaligus indikator beriman tidaknya seseorang. Seorang yang beriman tentu akan berusaha keras agar segenap gerak-gerik hidupnya berada di bawah naungan dan bimbingan Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia sadar bahwa jika ia tidak mengikuti pertunjuk ilahi, maka niscaya ia akan ditunggangi musuh Allah subhaanahu wa ta’aala, yaitu syethan. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan bahwa sholat berjamaah di masjid merupakan bagian penting dari SUNANUL HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk)
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلَاةَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي يُؤَذَّنُ فِيهِ (صحيح مسلم)
Rasulullah s.a.w. mengajarkan kepada kami SUNANUL HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk), dan di antaranya ialah sholat di masjid di mana terdengar kumandang adzan. (HR Muslim 3/386)
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dan para shohabat radhiyallahu ’anhum ’ajma’iin telah mencontohkan kepada kita bagaimana mereka sangat peduli dan konsisten dalam menegakkan sholat lima waktu berjamaah di masjid. Sedemikian kerasnya anjuran untuk melakukannya sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam pernah mengutarakan keinginan kuat dalam dirinya untuk mendatangi rumah-rumah mereka yang tidak menyambut seruan muadzin, kemudian membakar rumah mereka.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ (مسلم)
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Sesungguhnya sholat yang paling berat bagi kaum munafik adalah sholat isya dan subuh. Andai mereka tahu apa manfaat di dalam keduanya niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak-rangkak. Sungguh aku ingin memerintahkan sholat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seseorang untuk mengimami manusia dalam sholat. Kemudian aku pergi bersama mereka dengan membawa beberapa ikat kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri sholat berjamaah, lalu aku bakar rumah mereka dengan api. (HR Muslim 2/123)
Suatu ketika khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu saat berangkat menuju masjid untuk mengimami sholat melewati rumah putera beliau, Abdullah bin Abu Bakar radhiyallahu ’anhuma yang masih berstatus penganten baru. Baru beberapa bulan ia menikah dengan wanita sholehah nan cantik jelita bernama ’Atikah radhiyallahu ’anha. Ketika beliau lewat di depan rumah anaknya terdengar suara senda gurau antara suami isteri penuh kecintaan. Lalu ia berlalu dengan harapan anaknya akan segera menyusul ke masjid bergabung dengan orang-orang beriman melaksanakan sholat fardhu berjamaah. Begitu selesai mengimami sholat yang pertama kali ia cari di tengah jamaah yang sholat di belakangnya adalah anaknya, Abdullah radhiyallahu ’anhu. Satu per satu ia teliti, berkali-kali ia cari tidak ditemukan anaknya di sana.
Ketika pulang, Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu kembali berlalu melewati rumah anaknya, sekali lagi ia dapati senda gurau, suasana penuh keceriaan, kebahagiaan, ketenteraman antara sepasang suami-isteri yang baru memasuki pelaminan, masih terdengar oleh beliau dari luar rumah. Berkali-kali Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu ber-istighfar, dia ketuk pintu rumah anaknya dengan pelan…
Abdullah radhiyallahu ’anhu, anaknya, membuka pintu. Begitu terkejut ia ketika mendapati ayahnya di depan rumahnya. ’Atikah radhiyallahu ’anha juga begitu terperangah ketika menyadari bahwa yang datang adalah mertuanya.
Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu mengatakan kepada Abdullah radhiyallahu ’anhu serta isterinya ’Atikah radhiyallahu ’anha: ”Wahai anakku Abdullah, kamu dapatkan kebahagiaan duniawi dengan isterimu, tapi engkau lalaikan jihad, engkau telah lalai terhadap perintah-perintah Allah subhaanahu wa ta’aala, engkau telah lalaikan sholat berjamaah.
Wahai menantuku ’Atikah, engkau tidak bisa membahagiakan anakku. Kecantikanmu, keikhlasanmu untuk berbakti kepada suamimu menyebabkan dia lalai menegakkan sholat berjamaah.
Hari ini, wahai anakku Abdullah, aku minta kau ceraikan isterimu, pisahkan dia dari tempat tinggalmu..! Talak dia dan perlakukan dia sebagaimana wanita-wanita lainnya..!”
Pucat pasi kedua pengantin baru tersebut. Akhirnya Abdullah radhiyallahu ’anhu menceraikan ’Atikah radhiyallahu ’anha. Waktu terus berjalan semenjak perceraian antara mereka berdua. Satu hari perceraian mereka, dua hari, tiga hari, satu pekan, dua pekan, Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu melihat penderitaan mereka. Penderitaan suami yang mencintai isteri yang telah ia ceraikan. Penderitaan seorang isteri yang telah diceraikan suami yang ia cintai.
Kemudian Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu memanggil anaknya Abdullahradhiyallahu ’anhu dengan berkata: ”Aku minta kamu rujuk kembali dengan mantan isterimu, ’Atikah. Saya izinkan kamu mengembalikan dia sebagai isterimu dengan harapan kamu jadikan ini sebagai pelajaran kecintaan kepada jihad fi sabilillah di atas kecintaanmu kepada siapapun, termasuk kepada isterimu ’Atikah.”
Ya Allah, ya Rahmaan ya Rahiim, jadikanlah kecintaan kami kepada sholat berjamaah di masjid laksana kecintaan kami kepada Engkau, RasulMu dan al-Jihad fii sabilillah yang lebih kami cintai dari apapun dan siapapun di dunia yang fana ini. Amin

| | 0 komentar

Bacaan Sesudah Shalat Lima Waktu

Di antara manfaat sholat lima waktu setiap hari ialah dihapuskannya dosa-dosa oleh Allah ta’aala. Subhaanallah…! Bayangkan, setiap seorang muslim selesai mengerjakan sholat yang lima waktu berarti ia baru saja membersihkan dirinya dari tumpukan dosa yang sadar tidak sadar telah dikerjakannya antara sholat yang baru ia kerjakan dengan sholat terakhir yang ia ia kerjakan sebelumnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Sholat lima waktu dan (sholat) Jum’at ke (sholat) Jum’at serta dari Ramadhan ke Ramadhan semua itu menjadi penghabus (dosanya) antara keduanya selama ia tidak terlibat dosa besar.” (HR Muslim 2/23)
Bila seorang muslim memahami dan meyakini kebenaran hadits di atas, niscaya ia tidak akan membiarkan satu kalipun sholat lima waktunya terlewatkan. Bahkan dalam hadits yang lain dikatakan bahwa bila seorang muslim khusyu dalam sholatnya, maka ia akan diampuni segenap dosanya di masa lalu. Subhaanallah…!
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidak seorangpun yang bilamana tiba waktu sholat fardhu lalu ia membaguskan wudhunya, khusyu’nya, rukuknya, melainkan sholatnya menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar. Dan yang demikian itu berlaku untuk seterusnya.” (HR Muslim 2/13)
Setiap hari manusia senantiasa melakukan dosa, baik sengaja maupun tidak. Maka seorang mu’min yang sadar pasti akan menempuh segenap upaya yang bisa mendatangkan ampunan Allah ta’aala dan dapat menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Sehingga Allah ta’aala menggambarkan ciri orang bertaqwa sebagai orang yang bersegera menggapai ampunan Allah ta’aala.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)
Seorang yang beriman dan bertaqwa sangat tamak akan ampunan Allah ta’aala sebab ia tahu benar bahwa jika ia wafat dalam keadaan telah diampuni segenap dosanya berarti ia akan mengalami ketenteraman dalam hidup di alam kubur dan di akhiratnya. Demikianlah Nabiyullah Ibrahim ’alihis-salaam tatkala bermunajat di hadapan Allah ta’aala:
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
”…dan (Dialah Tuhan) Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”. (QS Asy-Syuara ayat 8)
Maka untuk menyempurnakan datangnya ampunan Allah ta’aala dan dihapuskannya segenap kesalahan, seorang mu’min menutup sholat lima waktunya dengan membaca wirid yang diajarkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Suatu bentuk wirid yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam jamin akan menyebabkan semua kesalahan seseorang bakal dihapus Allah ta’aala walaupun sebanyak lautan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata bahwa Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa bertasbih (membaca SubhanAllah) 33 kali sesudah setiap sholat lalu bertahmid (membaca Alhamdulillah) 33 kali lalu bertakbir 33 (membaca Allah Akbar) kali maka itulah sembilanpuluh sembilan. Lalu ia menyempurnakan menjadi seratus dengan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Tidak ada ilah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segenap kerajaan dan miliknya segenap puji-pujian, dan Dia atas segala sesuatu Maha Berkuasa, maka dihapuskan segenap kesalahannya walaupun sebanyak lautan.” (HR Muslim 939)

| | 0 komentar

Marhaban Ya Ramadhan

Ramadhan merupakan bulan yang mengandung peluang emas untuk bertaubat kepada Allah ta’aala. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam berpuasa di bulan ini, maka Allah ta’aala akan mengampuni segenap dosanya sehingga ia diumpamakan bagai berada di saat hari ia dilahirkan ibunya. Setiap bayi yang baru lahir dalam ajaran Islam dipandang sebagai suci, murni tanpa dosa.

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَمَضَانَ
شَهْرٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامَهُ وَإِنِّي سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِينَ قِيَامَهُ
فَمَنْ صَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Bersabda Rasululah shollallahu ’alaih wa sallam, “Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan di mana Allah ta’aala wajibkan berpuasa dan aku sunnahkan kaum muslimin menegakkan (sholat malam). Barangsiapa berpuasa dengan iman dan dan mengharap ke-Ridhaan Allah ta’aala, maka dosanya keluar seperti hari ibunya melahirkannya.” (HR Ahmad 1596)
Subhanallah…! Wahai para pemburu ampunan Allah ta’aala. Marilah kita manfaatkan kesempatan emas ini untuk bertaubat. Sebab tidak ada seorangpun di antara manusia yang bebas dari dosa dan kesalahan. Setiap hari ada saja dosa dan kesalahan yang dikerjakan, baik sadar maupun tidak. Alangkah baiknya di bulan pengampunan ini, kita semua berburu ampunan Allah ta’aala.
يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ
“Wahai hamba-hambaKu! Setiap siang dan malam kalian senantiasa berbuat salah, namun Aku mengampuni semua dosa. Karena itu, mohonlah ampunanKu agar Aku mengampuni kalian.” (Hadits Qudsi Riwayat Muslim 4674)
Marilah kita ikuti contoh teladan kita, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Beliau dikabarkan tidak kurang dalam sehari semalam mengucapkan kalimat istighfar seratus kali. Padahal beliau telah dijanjikan oleh Allah akan dihapuskan segenap dosanya yang lalu maupun yang akan datang. Bahkan dalam satu riwayat beliau dikabarkan dalam sekali duduk bersama majelis para sahabat beristighfar seratus kali. Masya Allah…!
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): “Ya rabbku, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (HR Abu Dawud 1295)
Ibadah puasa Ramadhan ditujukan untuk membentuk muttaqin (orang bertaqwa). Sedangkan di antara karakter orang bertaqwa ialah sibuk bersegera memburu ampunan Allah ta’aala dan surga seluas langit dan bumi.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)
Dalam kitabnya “Yakinlah, Dosa Pasti Diampuni”, ‘Aidh Al-Qarni menulis mengenai pentingnya bertaubat sebagai berikut:
Saya serukan kepada setiap insan untuk bergegas menuju pelataran Tuhan pemilik langit dan bumi. Dialah Allah ta’aala yang rahmat-Nya lebih luas dari segala sesuatu, dan pintu ampunan-Nya senantiasa terbuka dari segala penjuru. Anda semua harus tahu bahwa suara yang paling merdu adalah suara orang yang kembali kepada Allah ta’aala, orang yang membebaskan diri dari penghambaan terhadap setan serta mengarahkan semua anggota tubuhnya menuju kepada Allah ta’aala semata. Melalui risalah ini, mari kita kenali cara kembali dan bertobat kepada Allah ta’aala dari segala dosa dan maksiat.”
”Manusia hanya memiliki satu umur. Jika disia-siakan, maka dia akan rugi besar, baik di dunia maupun di akhirat. Pintu taubat selalu terbuka, anugerah Allah ta’aala selalu dicurahkan, dan kebaikan-Nya senantiasa mengalir, pagi dan siang.”
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda bahwa penghulu istighfar ialah ucapan seorang hamba: “Ya Allah, Engkaulah rabbku. Tidak ada ilah selain Engkau. Engkau telah menciptkanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku senantiasa berada dalam perjanjian dengan-Mu (bersaksi dengan tauhid) dan janji terhadap-Mu selama aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu terhadapku. Aku mengakui dosaku. Maka ampunilah aku karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa melainkan Engkau.” Siapa yang mengucapkannya dengan yakin di siang hari, lalu ia meninggal hari itu sebelum sore hari, maka dia termasuk penduduk surga. Dan siapa saja yang mengucapkannya dengan yakin di malam hari, lalu dia meninggal sebelum subuh, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhary 5831)

| | 0 komentar

Qiyamul-Lail dan Membaca Seratus Ayat

Ramadhan merupakan bulan di mana Allah ta’aala wajibkan berpuasa di dalamnya sedangkan Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sunnahkan kaum muslimin melaksanankan qiyamul-lail (sholat malam/ sholat tahajjud). Hendaknya ummat Islam memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang sangat berharga ini. Jangan ada satu malampun di bulan suci Ramadhan yang tidak diisi dengan kegiatan sholat malam.

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَمَضَانَ
شَهْرٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامَهُ وَإِنِّي سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِينَ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (أحمد)
Bersabda Rasululah shollallahu ’alaih wa sallam, “Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan di mana Allah ta’aala wajibkan berpuasa dan aku sunnahkan kaum muslimin menegakkan (sholat malam). Barangsiapa berpuasa dengan iman dan dan mengharap ke-Ridhaan Allah ta’aala, maka dosanya keluar seperti hari ibunya melahirkannya.” (HR Ahmad 1596)
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam memberikan gambaran mengenai kategori orang yang bangun di tengah malam. Ada orang yang dikategorikan sebagai bukan orang yang lalai, yaitu bilamana di tengah malam ia membaca sekurangnya sepuluh ayat Al-Qur’an. Ada kategori yang disebut sebagai orang yang patuh kepada Allah ta’aala, yaitu mereka yang membaca sekurangnya seratus ayat di tengah malam. Bahkan ada yang disebut sebagai orang yang berharta banyak, yaitu mereka yang membaca sekurangnya seribu ayat di tengah malam.
من قام بعشر آيات لم يكتب من الغافلين و من قام بمائة آية
كتب من القانتين و من قرأ بألف آية كتب من المقنطرين
“Barangsiapa bangun malam membaca sepuluh ayat, maka ia tidak dicatat sebagai golongan al-ghaafiliin (orang-orangyanglalai). Dan barangsiapa bangun malam membaca seratus ayat, maka ia dicatat sebagai golongan al-qaanitiin (orang-orang yang patuh). Dan barangsiapa membaca seribu ayat, maka ia dicatat sebagai golongan al-muqonthiriin (orang-orang berharta banyak).” (Al-Al-Bani dalam ”Silsilah Shahihah-nya 2/242”. HR Abu Dawud 1/221 dan HR Ibnu Khuzaimah 1/125)
Subhanallah…! Betapa luasnya rahmat dan kasih sayang Allah ta’aala. Marilah saudaraku, kita kejar prestasi ibadah sebaik mungkin. Kita coba gapai rahmat Allah ta’aala dengan rajin berdzikir mengingatNya. Silahkan, jika anda sekedar tidak ingin disebut al-ghaafilin (orang yang lalai mengingat Allah ta’aala) bacalah setiap malam sekurangnya sepuluh ayat.
Jika anda ingin meraih yang lebih baik, yaitu dipandang sebagai al-qaanitin (orang yang patuh kepadaNya), maka bacalah sekurangnya seratus ayat.
Namun, jika ingin memperoleh kedudukan yang lebih baik lagi, maka bacalah seribuayat di tengah malam! Maka anda akan dipandang sebagai al-muqonthiriin (orang yang sangat kaya)…!
Kalau anda termasuk orang yang selama ini jarang sholat malam, maka mulailah membiasakan diri sholat malam dengan setidaknya membaca sepuluh ayat saja setiap malam. Sebab dengan melakukan kegiatan minimal ini anda sudah membebaskan diri anda dari penilaian Allah ta’aala sebagai orang yang lalai.
Jika anda sudah terbiasa sholat malam namun selama ini belum pernah menetapkan target jumlah dzikrullah, maka mulailah di bulan suci ini untuk bertekad mencapai predikat sebagai orang yang tunduk kepada Allah ta’aala. Bacalah setiap malam minimal seratus ayat.
Bagi mereka yang selama ini sudah terbiasa sholat malam dan membaca sekurangnya seratus ayat dan masih sanggup untuk menambah targetnya, maka bulan Ramadhan ada baiknya anda mulai berfikir untuk mencapai predikat orang yang banyak hartanya. Bacalah setiap malam sekurangnya seribu ayat…!
Yang jelas, orang beriman memang dituntut untuk banyak mengingat Allah ta’aala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
”Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS Al-Ahzab ayat 41)
Orang munafiq-pun mengingat Allah ta’aala. Namun mereka tidak mengingat Allah ta’aala kecuali sedikit. Mereka malas dan merasa terpaksa mengingat Allah ta’aala.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى
الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah ta’aala, dan Allah ta’aala akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah ta’aala kecuali sedikit sekali.” (QS An-Nisa ayat 142)
Maka saudaraku, marilah kita perbanyak mengingat Allah ta’aala di bulan suci Ramadhan. Tidak ada ruginya mengingat Allah ta’aala. Bahkan sebaliknya, barangsiapa yang rajin mengingat Allah ta’aala niscaya ia akan terpelihara dari azab Allah ta’aala, baik di dunia maupun di akhirat. InsyaAllah.
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
“Tidak ada amal anak Adam yang lebih menyelamatkannya dari azab Allah ta’aala selain dzikrullah.” (HR Ahmad 21064)