Jumat, 05 November 2010 | |

Pantai Siung / Beach Siung

Pantai Siung kaya akan karang-karang raksasa. Tebing karangnya memiliki 250 jalur pemanjatan, juga tempat tepat untuk menikmati panorama pantai. Ada pula karang menyerupai siung wanara yang menjadi dasar penamaan pantai.

Pantai Siung, Memiliki 250 Jalur Panjat Tebing


Pantai Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Jaraknya sekitar 70 km dari pusat kota Yogyakarta, atau sekitar 2 jam perjalanan. Menjangkau pantai ini dengan sepeda motor atau mobil menjadi pilihan banyak orang, sebab memang sulit menemukan angkutan umum. Colt atau bis dari kota Wonosari biasanya hanya sampai ke wilayah Tepus, itupun mesti menunggu berjam-jam.



Stamina yang prima dan performa kendaraan yang baik adalah modal utama untuk bisa menjangkau pantai ini. Maklum, banyak tantangan yang mesti ditaklukkan, mulai dari tanjakan, tikungan tajam yang kadang disertai turunan hingga panas terik yang menerpa kulit saat melalui jalan yang dikelilingi perbukitan kapur dan ladang-ladang palawija. Semuanya menghadang sejak di Pathuk (kecamatan pertama di Gunung Kidul yang dijumpai) hingga pantainya.



Seolah tak ada pilihan untuk lari dari tantangan itu. Jalur Yogyakarta - Wonosari yang berlanjut ke Jalur Wonosari - Baron dan Baron - Tepus adalah jalur yang paling mudah diakses, jalan telah diaspal mulus dan sempurna. Jalur lain melalui Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak jalan yang berlubang, sementara jalur Wonogiri - Gunung Kidul terlalu jauh bila ditempuh dari kota Yogyakarta.



Seperti sebuah ungkapan, "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian", begitulah kiranya perjalanan ke Pantai Siung. Kesenangan, kelegaan dan kedamaian baru bisa dirasakan ketika telah sampai di pantai. Birunya laut dan putihnya pasir yang terjaga kebersihannya akan mengobati raga yang lelah.Tersedia sejumlah rumah-rumah kayu di pantai, tempat untuk bersandar dan bercengkrama sambil menikmati indahnya pemandangan.



Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya. Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah Asia.



Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan, menyajikan sebuah pemandangan dramatis.



Karang gigi kera yang hingga kini masih tahan dari gerusan ombak lautan ini turut menjadi saksi kejayaan wilayah Siung di masa lalu. Menurut cerita Wastoyo, wilayah Siung pada masa para wali menjadi salah satu pusat perdagangan di wilayah Gunung Kidul. Tak jauh dari pantai, tepatnya di wilayah Winangun, berdiri sebuah pasar. Di tempat ini pula, berdiam Nyai Kami dan Nyai Podi, istri abdi dalem Kraton Yogyakarta dan Surakarta.



Sebagian besar warga Siung saat itu berprofesi sebagai petani garam. Mereka mengandalkan air laut dan kekayaan garamnya sebagai sumber penghidupan. Garam yang dihasilkan oleh warga Siung inilah yang saat itu menjadi barang dagangan utama di pasar Winangun. Meski kaya beragam jenis ikan, tak banyak warga yang berani melaut saat itu. Umumnya, mereka hanya mencari ikan di tepian.



Keadaan berangsur sepi ketika pasar Winangun, menurut penuturan Wastoyo, diboyong ke Yogyakarta. Pasar pindahan dari Winangun ini konon di Yogyakarta dinamai Jowinangun, singkatan dari Jobo Winangun atau di luar wilayah Winganun. Warga setempat kehilangan mata pencaharian dan tak banyak lagi orang yang datang ke wilayah ini. Tidak jelas usaha apa yang ditempuh penduduk setempat untuk bertahan hidup.



Di tengah masa sepi itulah, keindahan batu karang Pantai Siung kembali berperan. Sekitar tahun 1989, grup pecinta alam dari Jepang memanfaatkan tebing-tebing karang yang berada di sebelah barat pantai sebagai arena panjat tebing. Kemudian, pada dekade 90-an, berlangsung kompetisi Asian Climbing Gathering yang kembali memanfaatkan tebing karang Pantai Siung sebagai arena perlombaan. Sejak itulah, popularitas Pantai Siung mulai pulih lagi.



Kini, sebanyak 250 jalur pemanjatan terdapat di Pantai Siung, memfasilitasi penggemar olah raga panjat tebing. Jalur itu kemungkinan masih bisa ditambah, melihat adanya aturan untuk dapat meneruskan jalur yang ada dengan seijin pembuat jalur sebelumnya. Banyak pihak telah memanfaatkan jalur pemanjatan di pantai ini, seperti sekelompok mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta yang tengah bersiap melakukan panjat tebing ketika YogYES mengunjungi pantai ini.



Fasilitas lain juga mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda bisa didirikan dan acara api unggun bisa digelar untuk melewatkan malam. Syarat menggunakannya hanya satu, tidak merusak lingkungan dan mengganggu habitat penyu, seperti tertulis dalam sebuah papan peringatan yang terdapat di ground camp yang juga bisa digunakan bagi yang sekedar ingin bermalam.



Tak jauh dari ground camp, terdapat sebuah rumah panggung kayu yang bisa dimanfaatkan sebagai base camp, sebuah pilihan selain mendirikan tenda. Ukuran base camp cukup besar, cukup untuk 10 - 15 orang. Bentuk rumah panggung membuat mata semakin leluasa menikmati keeksotikan pantai. Cukup dengan berbicara pada warga setempat, mungkin dengan disertai beberapa rupiah, base camp ini sudah bisa digunakan untuk bermalam.



Saat malam atau kala sepi pengunjung, sekelompok kera ekor panjang akan turun dari puncak tebing karang menuju pantai. Kera ekor panjang yang kini makin langka masih banyak dijumpai di pantai ini. Keberadaan kera ekor panjang ini mungkin juga menjadi salah satu alasan mengapa batu karang yang menjadi dasar penamaan dipadankan bentuknya dengan gigi kera, bukan jenis hewan lainnya.



Wastoyo mengungkapkan, berdasarkan penuturan para winasih (orang-orang yang mampu membaca masa depan), Pantai Siung akan rejomulyo atau kembali kejayaannya dalam waktu yang tak lama lagi. Semakin banyaknya pengunjung dan popularitasnya sebagai arena panjat tebing menjadi salah satu pertanda bahwa pantai ini sedang menuju kejayaan. Kunjungan wisatawan, termasuk anda, tentu akan semakin mempercepat teraihnya kejayaan itu.



Hotel dekat PANTAI SIUNG:
•Tidak ada data

Biro wisata ke PANTAI SIUNG:
•Tidak ada data

In English

Siung Beach is rich in huge coral reefs. Coral cliff has 250 climbing routes, is also the perfect place to enjoy the beach panorama. There is also a coral-like Vanara cloves that became the basis of naming the beach.


Siung Beach, Having 250 Routes for Cliff Climbing


Siung Beach is located in a remote area in Gunung Kidul regency, the south district Tepus precisely. The distance is about 70 km from the city center, or about 2 hours drive. Reaching the beach is a motorcycle or a car of choice of many, because it is difficult to find public transportation. Colt or bus from the city Wonosari usually Tepus area only, and even then had to wait for hours.


Stamina is excellent and good vehicle performance is the main capital to be able to reach this beach. Understandably, many challenges that must be conquered, from the hill, sharp turns are sometimes accompanied derivatives up to the heat that hit the skin when the road is surrounded by limestone hills and fields of crops. Everything since the Pathuk block (sub-district of Gunung Kidul first encountered) to the beach.


As if there was no option to run from the challenge. Line Yogyakarta - Wonosari continued into the Gaza Wonosari - Baron - Tepus is the most easily accessible route, the road has been paved smooth and perfect. Another path through Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul has a more severe challenge because many roads are hollow, while the path Wonogiri - Gunung Kidul too far when taken from the city of Yogyakarta.


As an expression, "be sick to have fun first and then", that would travel to Coastal Siung. Pleasure, relief and peace after you get to the beach. Blue ocean and white, clean sands will cure a number of sports that lelah.Tersedia wooden houses on the beach, a place to lean back and chat with friends while enjoying the beautiful scenery.


One charm that stands out from the beach Siung is rock. Coral reefs are huge in the west and east coast have an important role, not to add the beauty and the border with other beach. Coral is also the basis of naming the beach, witness the triumph of the coastal areas in the past and the charm that makes this beach is increasingly recognized, at least in Asia.


The rock on which the naming of this beach is located slightly jutted into the ocean.The name is taken from the beach rock formation which, according Wastoyo, a local elder, ape-like teeth or Siung Vanara. Until now, this rock can still enjoy its beauty, combined with the waves sometimes hit it and cracks disusuri by seawater that flows slowly, presents a dramatic scene.


Tartar apes that still stand of scouring the ocean waves is also to witness the triumph Siung region in the past. According to the story Wastoyo, Siung region at the time of the guardian to be one trading center in the area of Gunung Kidul. Not far from the beach, in Winangun area, there is a market. In this place too, dwells Nyai Us and Nyai podi, wife courtiers Kraton Yogyakarta and Surakarta.


Most of the residents Siung then living as peasants salt. They rely on sea water and salts wealth as a source of livelihood. The salt produced by this Siung citizen who was a major commodity in the market Winangun. Though rich in various kinds of fish, not many people who dare to go to sea at that time. Generally, they only look for fish in shallow waters.


The situation gradually deserted when Winangun market, according to Wastoyo, brought to Yogyakarta. The market moved from Winangun in Yogyakarta was reputedly named after Jowinangun, Jobo Winangun stands outside the Winangun area. Local people lost their livelihoods and not many more people coming to this area. It is unclear what efforts pursued by the local population to survive.


In the midst of that quiet, beautiful beach rocks Siung back into play. Around 1989, a group of nature lovers from Japan utilized the coral cliffs located on the west coast as an arena rock climbing. Then, in the decade of the 90s, was a competition of Asian Climbing Gathering utilizing Beach cliffs Siung. Since then, the popularity Siung Coast begins to recover again.


Now, there are as many as 250 climbing routes on the Beach Siung, facilitating the sport of rock climbing enthusiasts. Line it may still be added, to the rule to continue the path that exists with consent from the maker of the previous path. Many groups have made use of the climbing routes on this beach, as a group of students from the State University of Yogyakarta that was about to climb when YogYES visit this beach.


Other facilities also support the activities of rock climbing is a camping ground on the east coast. In the camping ground, the tents can be erected and the fire can be set to spend the night. Terms of use only one, do not damage the environment and disturbing the turtle habitat as the sign board warning contained in the camping ground can also be used for those who just want to spend the night.


Not far from the camping ground, a wooden house that could be used as a base camp, a choice but to set up a tent. Size of base camp is quite large, enough for 10-15 people. The stage-house to make eye keeksotikan more freely enjoy the beach.Simply by talking to local residents, perhaps with some amount of base camp has been able to be used for overnight.


At night or when there are visitors, long-tailed monkeys will fall from the cliff to the beach. Long-tailed macaques are now increasingly rare still often found on this beach. The existence of this long-tailed macaques may also be one reason why the rock on which the naming of its shape paired with the teeth of apes, not the other animal species.


Wastoyo revealed, based on the narrative of the winasih (people who can read the future), Beach Siung will rejomulyo or return to glory in the time soon. Increasing number of visitors and its popularity as an arena rock climbing became one of this beach to its triumph. Visits of tourists, including you, will certainly triumph it has been accelerating teraihnya.




Hotels near BEACH cloves:
• No data
Bureau tour to BEACH cloves:
• No data

0 komentar:

Posting Komentar